Kamis, 14 Maret 2019

JEMBATAN DALAM ILMU TEKNIK SIPIL

Jembatan merupakan struktur yang dibuat untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, rel kereta api ataupun jalan raya. Jembatan dibangun untuk penyeberangan pejalan kaki, kendaraan atau kereta api di atas halangan.Jembatan juga merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang sangat vital dalam aliran perjalanan (traffic flows). Jembatan sering menjadi komponen kritis dari suatu ruas jalan, karena sebagai penentu beban maksimum kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut.


SYARAT-SYARAT PERENCANAAN JEMBATAN


A. Persyaratan kecukupan struktur
Persyaratan keadaan batas ultimite, keadaan batas layak, tegangan, lendutan, retak,atau getaran dan persyaratan lain, mengacu pada persyaratan dalam AASTHO LRFD Bridge Design Specification 4
th edition 2007
Jembatan dan komponen-komponennya harus diperiksa juga untuk:

  • Kestabilan keseluruhan,
  • Umur fatik, dan
  • Kestabilan aerodinamis 

Keadaan batas yang ditentukan ini dimaksudkan untuk menghasilkan jembatan yang dapat dibangun (buildable), melayani lalu lintas(serviceable), dan secara aman mampu memikul beban rencana sesuai umur rencana yang disyaratkan.

B. Persyaratan Lintasan Air
Persyaratan saluran air harus ditentukan oleh yang berwenang setelah berkonsultasi denganpihak-pihak lain yang terkait. Faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan.

  1. Bentang dan ruang bebas vertikal perlu disediakan untuk transportasi sungai selama aliran arus  normal atau pada kondisi air banjir yang telah ditentukan termasuk perambuan (signs) untuk lalu lintas sungai jika diperlukan.
  2. Persyaratan aspek layan dari jembatan (lintasan basah) sebagai bagian dari sistem jalan, termasuk frekuensi dan lamanya jembatan terendam akibat banjir dan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap jaringan jalan
  3. Persyaratan aspek layan dari lahan sekitar jembatan. Persyaratan penggunaan lahan akan menentukan batasan izin aliran selama banjir.
  4. Persyaratan aspek layanan dasar sungai, tepi sungai, dan timbunan jalan termasuk efek lokal pilar dan kepala jembatan. Ini akan menentukan kecepatan yang diizinkan, masalah gerusan, dan tingkat perlindungan jembatan akibat gerusan.
  5. Persyaratan aspek layan jembatan agar tetap baik secara struktural akibat pengaruh banjir. Perlu dipertimbangkan pula pengaruh puing-puing material yang terbawa saat banjir terhadap jembatan.
  6. Kekuatan dan stabilitas struktur jembatan sehingga tidak runtuh akibat banjir rencana, termasuk benda hanyutan.
  7. Perlu atau tidaknya dibangun/dipasang suatu struktur yang melindungi jembatan akibat tumbukan pada bangunan bawah (fender atau dolphin).

C. Persyaratan Geometrik

  • Lebar Struktur
  • Ruang Bebas Horizontal
  • Ruang Bebas Vertikal
  • Jembatan Bersudut (Skewed Bridge)
  • Jembatan untuk Fasilitas Pejalan Kaki
  • Terowongon untuk Fasilitas Pejalan Kaki
  • Tangga untuk Fasilitas Pejalan Kaki
D. Persyaratan Geometrik untuk Penghalang Berjeruji

Pengaman lalu lintas harus mempunyai tinggi minimum 800 mm. Jeruji bawah harus diletakkan di tengah-tengah antara 380 mm dan 500 mm di atas permukaan referensi. Permukaan referensi bisa berupa permukaan jalan atau jika ada jalur pejalan kaki di depan pengaman, adalah permukaan jalur pejalan kaki tersebut.
Bukaan vertikal maksimum di bawah rel terendah atau di antara rel tidak boleh melampaui 380 mm. Permukaan yang menghadap lalu lintas dari semua jeruji harus di dalam 25 mm terhadap permukaan jeruji yang paling dekat terhadap lalu lintas. Jeruji-jeruji yang mundur ke belakang lebih dari 25 mm atau diletakkan lebih dari 380 mm di atas permukaan referensi, tidak boleh dipertimbangkan sebagai jeruji lalu lintas untuk menahan beban rencana.
Tiang-tiang harus di belakang muka jeruji lalu lintas minimum 100 mm. Jika pengaman di belakang kereb, seperti pada jembatan-jembatan dengan trotoar, jarak minimum dari muka penghalang terhadap muka kereb adalah 1 m dan tinggi maksimum kereb adalah 150 mm.

E. Persyaratan Tahan Gempa
Semua jembatan yang tercakup dalam peraturan ini harus direncanakan dapat menahan gaya gempa dengan mempertimbangkan :
  • Risiko gerakan-gerakan tersebut di lapangan;
  • Reaksi tanah akibat gempa di lapangan; dan
  • Karakteristik reaksi dinamis dari seluruh struktur.
Banyak jembatan direncanakan tahan gempa dengan anggapan bahwa pengaruh gempa dapat diperkirakan dengan suatu sistem gaya statik ekivalen. Untuk jembatan-jembatan yang besar, kompleks dan penting, analisis dinamis yang terinci harus digunakan. Analisis ini harus dilaksanakan oleh perencana dengan pengetahuan dan pengalaman khusus yang sesuai.


F. Persyaratan Pemeliharaan
Aspek lokasi, bentuk, dan perencanaan jembatan harus dipilih untuk meminimalkan persyaratan pemeliharaan di masa yang akan datang. Perencanaan jembatan harus mencakup pembuatan akses ke seluruh bagian jembatan yang memerlukan pemeliharaan dan pemeriksaan rutin.

PERATURAN DALAM PERENCANAAN JEMBATAN


  • Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 07/SE/M/2015
  • RSNI T-02-2005 (Peraturan Pembebanan)
  • Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006. (Pelebaran Jalan)
  • Undang undang No 38 tahun 2004 (Jembatan Jalan Raya)
  • Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006. (Jembatan Jalan Raya)
  • SNI 03-2850-1992. (Utilitas)
  • Persyaratan umum perencanaan – Peraturan perencanaan teknik jembatan BMS 1992
  • AASTHO LRFD Bridge Design Specification 4th edition 2007


BAGIAN KONSTRUKSI JEMBATAN


A. Komponen pada Jembatan
  • Bearing: Bantalan yang berfungsi untuk mengurangi gesekan pada benda yang bergerak secara linear ataupun rotasi.
https://theconstructor.org/structures/bridge-bearings-types-details/18062/
  • Expansion Joint: Komponen ini merupakan sambungan yang bersifat flexible sehingga saluran yang disambungkan memiliki toleransi untuk bergerak.
https://en.wikipedia.org/wiki/Expansion_joint
  • Span: Bentangan yang berada antara dua intermediate pendukung, material yang digunakan untuk pembuatan span sangat beragam seperti beton, baja, kayu, dan lainnya tergantung dari jenis beban yang diterima jembatan.
https://www.aurecongroup.com/thinking/thinking-papers/constructability-considerations-in-long-span-bridge-design

B. Struktur Bawah Jembatan (Sub-Structures)
  • Abutment: Bagian bawah jembatan yang berada pada kedua ujung pilar-pilar jembatan, fungsi dari abutment yaitu untuk menahan seluruh beban hidup (angin, hujan, kendaraan, dll) dan beban mati ( beban gelagar, dll) pada jembatan.
http://www.bridgedesign.org.uk/tutorial/abutmentu.html

C. Struktur Atas Jembatan (Super Structures)
  • Girder: Bagian pada struktur atas yang berfungsi untuk menyalurkan beban kendaraan pada bagian atas ke bagian bawah atau abutment.
https://www.vishalpipes.com/girder-profile/
  • Balok Diafragma: Bagian penyangga dari gelagar-gelagar jembatan yang memanjang dan hanya berfungsi sebagai balok penyangga biasa bukan sebagai pemikul beban plat lantai.

https://dokumen.tips/documents/perhitungan-gelagar-jembatan-balok-t.html


BENTUK JEMBATAN BERDASARKAN STRUKTURNYA


A. Jembatan Kayu
Jembatan kayu gelondongan adalah jembatan yang terjadi karena ada pohon yang tumbang dan secara kebetulan memotong suatu sungai sehingga dapat digunakan sebagai jembatan, tetapi dapat juga dengan sengaja direncanakan membangun jembatan yang terbuat dari kaya gelondongan.

https://www.borneonews.co.id/berita/56836-jembatan-kayu-di-desa-sukajaya-ambruk

B. Jembatan Busur
Merupakan jembatan yang sudah dikenal zaman romawi yang dibangun dengan susunan batu yang diatur sedemikian sehinga beban lalu lintas maupun jembatan itu sendiri yang dipikul pada jembatan didistribusikan dengan baik pada kedua sisi abatemen jembatan, untuk jembatan yang panjang digunakan lebih dari dua busur. Konsep ini kemudian dikembangkan pada pembangunan jembatan modern dengan menggunakan rangka baja ataupun dari beton. Jembatan seperti ini banyak digunakan di Indonesia, baik pada jembatan jalan, maupun pada jembatan kereta api.

https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Jembatan

C. Jembatan Balok
Merupakan jembatan yang paling sederhana kalau ditinjau dari bentuk struktural karena didukung oleh penyangga/ubutment awal dan akhir dari dek jembatan, disebut juga sebagai beam bridge. Konsep ini pada awalnya dikembangkan dua batang pohon (terbasuk batang kelapa) yang dipasangin lantai. yang kemudian dikembangkan dengan menggunakan balok beton pracetak ataupun menggunakan girder baja profil ataupun kotak (box girder).

http://uptodateproperty.blogspot.com/2015/08/jembatan-balok-box.html

D. Jembatan Kerangka
Merupakan jembatan yang konsepnya hampir sama dengan jembatan lengkung disebut juga sebagai truss bridge. Pembuatan jembatan kerangka yaitu dengan menyusun tiang-tiang jembatan membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur jembatan tersebut. Membutuhkan biaya yang lebih murah untuk membangun jembatan jenis ini karena penggunaan bahan yang lebih efisien.

https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Jembatan

E. Jembatan Gantung
Jembatan gantung atau dikenal sebagai Suspension Bridge merupakan digantungkan dengan menggunakan tali untuk jembatan gantung yang sangat sederhana dan kabel baja pada jembatan gantung besar. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung dari menara jembatan kemudian melekat pada caisson (alat berbentuk peti terbalik yang digunakan untuk menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam (ruangan di air yang dikeringkan untuk pembangunan dasar jembatan). Caisson atau cofferdam akan ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. Jembatan gantung terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang. Jembatan ini memiliki panjang 12.826 kaki (3.909 m).
https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Jembatan

F. Jembatan Penyangga
Jembatan penyangga atau dikenal sebagai cantilever bridge merupakan jembatan balok disangga oleh tiang penopang dikedua pangkalnya, maka jembatan penyangga hanya ditopang di salah satu pangkalnya. Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan dari bawah sewaktu proses pembuatan. Kelebihan jembatan jenis ini adalah tidak mudah bergoyang.

https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Jembatan

BEBAN PADA JEMBATAN


A. Beban Permanen

  1. Berat Sendiri (MS): Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap. 
  2. Beban mati tambahan/utilitas (MA): Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai faktor beban mati tambahan yang berbeda dengan ketentuan persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut melakukan pengawasan terhadap beban mati tambahan pada jembatan, sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan. 
  3. Beban akibat tekanan tanah (TA): Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) harus diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan pengujian tanah baik di lapangan ataupun laboratorium. Bila tidak diperoleh data yang cukup maka karakteristik tanah dapat ditentukan sesuai dengan ketentuan pada pasal ini. Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan tanah.
  4. Pengaruh tetap pelaksanaan: Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode dan urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai. 
B. Beban Lalu Lintas
  1. Lajur lalu lintas rencana: Secara umum, Jumlah lajur lalu lintas rencana ditentukan dengan mengambil bagian integer dari hasil pembagian lebar bersih jembatan (w) dalam mm dengan lebar lajur rencana sebesar 2750 mm. Perencana harus memperhitungkan kemungkinan berubahnya lebar bersih jembatan dimasa depan sehubungan dengan perubahan fungsi dari bagian jembatan.
  2. Beban lajur “D” (TD): Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT)
  3. Beban truk "T" (TT): Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yaitu beban truk "T". Beban truk "T" tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai.
  4. Pembebanan untuk pejalan kaki (TP): Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraanpada masing-masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan.
C. Aksi Lingkungan
  1. Penurunan (ES): Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan dapat dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap lapisan tanah. 
  2. Gaya akibat deformasi: Gaya dalam yang terjadi karena deformasi akibat rangkak dan susut harus diperhitungkan dalam perencanaan. Selain itu pengaruh temperatur gradien harus dihitung jika diperlukan. Gaya-gaya yang terjadi akibat adanya pengekangan deformasi komponen maupun tumpuan serta deformasi pada lokasi dimana beban bekerja harus diperhitungkan dalam perencanaan. 
  3. Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu (EF): Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung pada kecepatan air rata-rata.
  4. Tekanan hidrostatis dan gaya apung (EU): Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang bangunan harus diperhitungkan. 
  5. Beban angin: Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin. Arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan pengaruh yang paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau komponen-komponennya. Luasan yang tidak memberikan kontribusi dapat diabaikan dalam perencanaan.
  6. Pengaruh gempa: Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap pelayanan akibat gempa. Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang.


NAMA: BAYU GILANG NUGRAHA
NPM: 11316355
KELAS: 3TA03
DOSEN: I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA ST., MT.

TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA
UNIVERSITAS GUNADARMA

Sumber:
-SNI 1725-2016
-SEM 2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan
-http://www.testindo.com/article/359/konstruksi-jembatan
-https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan
-https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Jembatan